Komnas HAM Sulteng Tegaskan Keseimbangan Antara Hak Lingkungan Dan Hak Pekerjaan dalam Polemik Tambang Poboya

Berita, Daerah, News, Sulteng3649 Views

PALU – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Sulawesi Tengah (Sulteng) menyatakan masih mendalami laporan dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng mengenai dugaan aktivitas tambang tanpa izin di wilayah Poboya, Kota Palu. Kepala Perwakilan Komnas HAM Sulteng, Livand Breemer, menyampaikan bahwa pihaknya telah membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus ini dan telah memanggil sejumlah pihak terkait.

“Seluruh pihak yang terlibat, termasuk masyarakat lokal, telah kami panggil. Kenyataannya, tak hanya AKM yang beroperasi di Poboya, tetapi juga CPM dan sejumlah warga yang turut melakukan penambangan,” jelas Livand dalam wawancara melalui WhatsApp, Jumat (25/07).

Ia menambahkan bahwa perhatian Komnas HAM tidak hanya tertuju pada status hukum tambang. Namun, mencakup juga aspek lingkungan dan hak dasar masyarakat setempat. Masalah pengelolaan limbah, menurutnya, merupakan isu krusial yang sedang mereka soroti.

“Saya ingin meninjau langsung di lapangan, bukan hanya soal legalitas, tetapi juga bagaimana limbah ditangani. Lingkungan yang sehat adalah bagian dari hak asasi manusia,” tegasnya.

Menanggapi laporan Jatam yang diserahkan pada 9 Juli 2025, Livand memastikan bahwa Komnas HAM telah lebih dulu bertindak sebelum laporan resmi diterima. Sejumlah tokoh adat, pemuda, dan perwakilan perusahaan tambang telah dimintai keterangan.

“Kami telah memanggil pihak AKM serta tokoh masyarakat Poboya. Sedangkan untuk CPM, masih dijadwalkan ulang, kemungkinan awal pekan depan. Tujuannya agar kita mendapat gambaran utuh dari semua pihak,” katanya.

Namun, Livand juga mengingatkan bahwa masalah tambang di Poboya tidak bisa dilihat secara sederhana. Ia mengungkapkan bahwa ribuan warga menggantungkan mata pencaharian dari aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.

“Sikap kami jelas terhadap tambang ilegal. Jika hanya melibatkan individu, negara bisa langsung menutupnya. Tapi kalau menyangkut banyak orang, negara juga harus mempertimbangkan hak mereka untuk bekerja,” terang Livand.

Ia bahkan menyarankan opsi legalisasi tambang rakyat sebagai solusi antara masyarakat dan perusahaan agar aktivitas tersebut tetap dalam pengawasan hukum dan perlindungan HAM.

“Kalau negara tidak bisa hadir secara penuh, ya legalkan saja. Biar bisa diawasi dan masyarakat terlindungi. Soal teknis legalisasinya, itu tugas pemerintah,” ujarnya.

Lebih lanjut, Livand menilai kondisi Poboya berbeda dengan tambang rakyat di Buranga, Kayuboko, dan Buol yang kini dikendalikan oleh kelompok-kelompok berkekuatan modal melalui koperasi.

“Kalau di sana, sudah rusak. Hanya dikuasai satu-dua pemodal besar. Poboya masih berbeda, karena banyak warga kecil yang masih bergantung hidup dari sana. Ini perlu jadi pertimbangan,” ungkapnya.

Ia pun menekankan bahwa Komnas HAM bertindak netral dan menghindari keterlibatan dalam agenda politik pihak manapun.

“Kami tidak ingin jadi alat politik siapa pun. Kami berdiri netral dan bekerja demi kepentingan masyarakat serta negara,” pungkas Livand.

 

Reporter : Nasrullah

Editor      : Redaksi

Comment