Mengenang Kembali Tragedi Lumpur Lapindo Lewat HATAM

Palu, Hari Anti Tambang (HATAM) yang diperingati tiap 26 Mei ditujukan sebagai momentum untuk mengenang kembali kejadian meluapnya lumpur saat Lapindo Brantas Inc. hendak mengebor minyak di Sidoarjo, Jawa Timur.

Tragedi itu yang kemudian didiskusikan dan diterbitkannya mandat oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) lewat forum Pertemuan Nasional JATAM pada 2010 silam. Setahun setelahnya, Hari Anti Tambang mulai diperkenalkan ke publik dengan melibatkan berbagai LSM pegiat lingkungan lainnya.

“Sebenarnya kita mau menolak cara-cara buruk yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan mengekstraksi wilayah hidup masyarakat,” jelas Taufik Koordinator Eksekutif JATAM Sulteng.

Untuk tahun ini, Sulawesi Tengah menjadi titik sentral peringatan Hari Anti Tambang 2024 dengan mengusung tema Lawan Kolonialisme Industri Ekstraktif, galang kerjasama lawan rezim ekstraksi.

“Yang kami harapkan lewat kegiatan ini bisa terbangunnya solidaritas ketika ada rakyat yang menolak tambang,” jelas Taufik.

Peringatan Hari Anti Tambang di Sulteng ini juga menyoroti dua isu yakni Ibu Kota Nusantara dan Industri Nikel. Pasalnya kedua isu ini berdampak langsung kepada masyarakat Sulawesi Tengah.

“IKN dibangun dengan menghancurkan wilayah masyarakat yang menjadi kawasan penopang IKN seperti penambangan pasir batu kerikil di sebagian pesisir Palu dan Donggala dan Sabang tempat penyangga pangan ibu kota baru” kata Taufik.

 

“Sedangkan industri nikel juga melibatkan penambangan batubara sebagai sumber tenaga PLTU penggerak smelter, seperti yang kita tahu banyak masalah yang terjadi di pemukiman dekat industri nikel,” tambah Taufik.

Kegiatan ini bakal berlangsung di Jodjokodi Convention Center hingga 30 Mei mendatang dan dirangkaikan dengan berbagai diskusi seputar IKN dan industri nikel dari warga yang terdampak langsung.

Selain itu, peringatan Hari Anti Tambang ini juga menampilkan hiburan dari berbagai pegiat seni antara lain; Tardigrada, Pedati, Culture Project, Ipang Tobaraka dan berbagai pegiat seni lainnya.

Penulis : Nasrullah Malonda

Editor : Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *