Bahaya Malpractice Journalism Dalam Dunia Media Massa

Bakuat – Palu, Malpractice journalism atau jurnalisme yang tidak professional merupakan fenomena yang merugikan dalam dunia media massa.

Dikutip dari tempo.co (11/2) sebagaimana menyitir dari Marquette Law Review, istilah malpractice journalism merujuk pada praktik-praktik tidak etis dalam pelaporan berita yang melibatkan berbagai bentuk kesalahan, seperti penyebaran informasi palsu, manipulasi fakta, sensationalisme, bias, dan konflik kepentingan.

Ketika praktik-praktik semacam ini dilakukan oleh jurnalis atau media massa, dampaknya bisa sangat merugikan baik bagi publik maupun bagi kepercayaan terhadap institusi jurnalisme itu sendiri. Salah satu contoh yang paling umum dari malpractice journalism adalah penyebaran informasi palsu atau hoaks.

Padahal, peran media massa dan jurnalis sangat penting memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat. Untuk menjaga kepercayaan dan integritas media, ada suatu panduan yang harus diikuti oleh para jurnalis, yaitu kode etik jurnalistik.

Dilansir dari laman resmi Dewan Pers Indonesia, kode etik jurnalistik adalah seperangkat norma dan pedoman perilaku profesional yang memandu jurnalis dalam menjalankan tugas mereka. Kode etik ini tidak hanya mencakup aspek moralitas, tetapi juga mencerminkan tanggung jawab sosial dan publikasi yang diemban oleh profesi jurnalis.

Jurnalis menggunakan kode etiknya setiap saat, dalam setiap tahap pekerjaan. Kode etik jurnalistik tidak hanya berlaku ketika seorang jurnalis sedang menulis atau menyusun berita, tetapi juga dalam proses pengumpulan informasi, interaksi dengan sumber, dan dalam setiap keputusan yang dibuat dalam pekerjaan.

Berikut 11 Pasal Kode Etik Jurnalistik

Pasal 1, Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Pasal 2, Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Pasal 3, Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Pasal 4, Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Pasal 5, Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Pasal 6, Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Pasal 7, Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaanya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Pasal 8, Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Pasal 9, Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Pasal 10, wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa.

Pasal 11, Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Sumber : tempo.co

(red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *